بِــــــسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيـــمِ

SELAMAT DATANG

SELAMAT DATANG DI STIKOM MUHAMMADIYAH BATAM - RAIH MASA DEPANMU BERSAMA STIKOM MUHAMMADIYAH BATAM - TERDEPAN - MODEREN - DAN - ISLAMI, - KALAU ADA KRITIKAN YANG MEMBANGUN SILAKAN DIKIRIMKAN KE KAMI - DAN TERIMAKASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA

RUKUN ISLAM

RUKUN ISLAM : 1. DUAKALIMAH SYAHADAT, 2. SHOLAT, 3. PUASA, 4. ZAKAT, 5. NAIK HAJI

RUKUN IMAN : 1. PERCAYA KEPADA ALLAH, 2. PERCAYA KEPADA MALAIKAT, 3. PERCAYA KEPADA KITAB ALLAH, 4. PERCAYA KEPADA NABI DAN RASUL ALLAH, 5. PERCAYA KEPADA HARI AKHIRAT, 6. PERCAYA KEPADA QODHA & QHADAR ALLAH

PILIH MENU

Senin, 23 Februari 2015

ILMU DAN PENINGKATAN ROHANI

'‎ILMU DAN PENINGKATAN ROHANI

اَعُوْذُ بِااللهِ مِنَ اْلشَّيْطَا نِ الْرَجِيْم بِسْمِ اللهِ اْلَرّحْمنِ اْلرَحِيْمِ
اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
Ilmu pengetauan zhahir mengenai benda-benda yang nyata dibagi pada dua belas bagian dan ilmu pengetahuan batin juga dibagi menjadi dua belas bagian. Bagian-bagian tersebut dibagi lagi di kalangan orang awam dan orang khusus, hamba-hamba Allah yang sejati, menurut kadar kemampuan mereka. 
Kesemua bagian di atas, di bagi lagi dalam empat bahagian. 
Pertama melibatkan peraturan agama, mengenai kuwajiban dan larangan yang berhubungan dengan perkara-perkara dan peraturan-peraturan di dalam dunia ini

Kedua menyentuh soal pengertian atau maksud serta tujuan peraturan-peraturan tersebut. Bagian ini dinamakan bidang kerohanian iaitu pengetahuan mengenai perkara-perkara yang tidak nyata. 
Ketiga mengenai hakikat kerohanian yang tersembunyi yang dinamakan kearifan. 
Keempat mengenai hakikat inti dari hakikat, yaitu mengenai kebenaran yang sebenar-benarnya. Manusia yang sempurna perlu mempelajari semua bidang atau bagian tersebut dan mencari jalan ke arahnya.

Nabi s.a.w bersabda, 
“Agama ialah pokok, kerohanian adalah dahannya, kearifan (makrifat) adalah daunnya, kebenaran (hakikat) adalah buahnya. Quran dengan ulasannya, keterangannya, terjemahannya dan ibarat-ibaratnya mengandungi semuanya itu”. 

Di dalam buku al-Najma perkataan-perkataan tafsir, ulasan dan takwil serta terjemahan melalui ibarat dijelaskan sebagai ulasan terhadap Quran, adalah keterangan dan perincian bagi kefahaman orang awam, sementara terjemahan melalui ibarat adalah keterangan tentang maksud yang tersirat yang boleh diselami melalui tafakur yang mendalam serta memperoleh ilham sebagaimana yang dialami oleh orang-orang beriman yang sejati. Terjemahan yang demikian adalah untuk hamba-hamba Allah yang khusus lagi teguh, istiqomah dalam suasana kerohanian mereka dan teguh dengan pengetahuan yang membolehkan mereka membuat pertimbangan yang benar. Kaki mereka teguh berpijak di atas bumi sementara hati dan fikiran mereka menjulang kepada ilmu ketuhanan. Dengan rahmat Allah keadaan begini ini, tidak bercampur dengan keraguan di tempatkan di tengah-tengah hati mereka. Hati yang teguh dalam suasana kedamaian menyatu dengan bagian kalimah tauhid “La ilaha illa Llah”, pengakuan terakhir keesaan.

هُوَ الَّذى أَنزَلَ عَلَيكَ الكِتٰبَ مِنهُ ءايٰتٌ مُحكَمٰتٌ هُنَّ أُمُّ الكِتٰبِ وَأُخَرُ مُتَشٰبِهٰتٌ ۖ فَأَمَّا الَّذينَ فى قُلوبِهِم زَيغٌ فَيَتَّبِعونَ ما تَشٰبَهَ مِنهُ ابتِغاءَ الفِتنَةِ وَابتِغاءَ تَأويلِهِ ۗ وَما يَعلَمُ تَأويلَهُ إِلَّا اللَّهُ ۗ وَالرّٰسِخونَ فِى العِلمِ يَقولونَ ءامَنّا بِهِ كُلٌّ مِن عِندِ رَبِّنا ۗ وَما يَذَّكَّرُ إِلّا أُولُوا الأَلبٰبِ ﴿٧﴾
 
"Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur'an) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat itulah pokok-pokok isi Al Qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: ""Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari isi Tuhan kami."" Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal." (Surah Imraan, ayat 7) 
Jika pintu kepada ayat ini terbuka akan terbuka juga semua pintu-pintu kepada alam rahasia batin. 

Hamba Allah yang sejati berkewajipan melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhkan diri dari larangan-Nya. Dia juga perlu menentang ego dirinya dan membendung kecenderungan jasad yang tidak sehat. Asas penentangan ego terhadap agama adalah dalam bentuk khayalan dan gambaran yang berujung pada kenyataan. Pada peringkat kerohanian, ego yang khianat itu mendorong seseorang supaya memperakui dan mengikuti sebab-sebab dan rangsangan yang hanya hampir dengan kebenaran (bukan kebenaran yang sejati), walaupun ia adalah risalah nabi dan fatwa wali yang telah diubah, juga mengikuti guru yang pendapatnya salah. Pada peringkat makrifat, ego mendorong seseorang supaya memperakui kewalian dirinya sendiri malah ego juga mengyeret seseorang kepada mengakui ketuhanannya – dosa paling besar menganggapkan diri sendiri sebagai sekutu Allah swt. Allah berfirman:

أَرَءَيتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلٰهَهُ هَوىٰهُ أَفَأَنتَ تَكونُ عَلَيهِ وَكيلًا
 
Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? (Surah Furqaan, ayat 43).

Tetapi peringkat kebenaran sejati adalah berbeda. Ego dan iblis tidak boleh sampai ke sana. Malah malaikat juga tidak sampai ke sana. Siapa saja kecuali Allah jika sampai ke sana pasti terbakar. Jibrail berkata kepada Nabi Muhamamd s.a.w di hadapan peringkat ini, “Jika aku mara satu langkah lagi aku akan terbakar menjadi abu”. 
Hamba Allah yang sejati bebas daripada perlawanan egonya dan iblis karena dia dilindungi oleh perisai keikhlasan dan kesucian.

قالَ فَبِعِزَّتِكَ لَأُغوِيَنَّهُم أَجمَعينَ ﴿٨٢﴾ إِلّا عِبادَكَ مِنهُمُ المُخلَصينَ ﴿٨٣ 

"Iblis menjawab: ""Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya," kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka. (Surah Shad, ayat 82 & 83).

Manusia tidak dapat mencapai hakikat kecuali dia suci murni. Karena sifat-sifat keduniaan tidak bisa mempengaruhinya, sehingga hakikat terlihat tampak dalam dirinya. Ini adalah keikhlasan sejati. Ini tidak dapat dicapai dengan pelajaran; hanya Allah yang tanpa perantara akan mengajarinya. Bila Allah Yang Maha Tinggi sendiri yang menjadi Guru, Dia karuniakan ilmu dari-Nya sebagaimana Dia lakukan kepada Nabi Khidhir. Kemudian dengan kesadaran dan keyakinan yang diperolehnya, akan sampai pada peringkat makrifat, di mana dia mengenali Tuhannya dan menyembah-Nya sesuai yang dia kenal. 

Orang yang sampai kepada suasana ini memiliki penyaksian roh suci dan dapat melihat kekasih Allah, Nabi Muhamamd s.a.w. Dia bisa berbicara dengan baginda s.a.w mengenai segala perkara dari awal hingga ke akhir, dan semua nabi-nabi yang lain memberikannya khabar gembira tentang janji penyatuan dengan yang dikasihi. Allah menggambarkan suasana ini: 

وَمَن يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسولَ فَأُولٰئِكَ مَعَ الَّذينَ أَنعَمَ اللَّهُ عَلَيهِم مِنَ النَّبِيّۦنَ وَالصِّدّيقينَ وَالشُّهَداءِ وَالصّٰلِحينَ ۚ وَحَسُنَ أُولٰئِكَ رَفيقًا ﴿٦٩﴾

Dan barang siapa yang menaati Allah dan Rasul (Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (Surah Nisaa’ ,ayat 69). 

Orang yang tidak bisa menemui pengetahuan ini di dalam dirinya tidak akan menjadi arif, walaupun dia membaca seribu buah buku. Nikmat yang boleh diharapkan oleh orang yang mempelajari ilmu zahir ialah syurga; di sana semua yang dapat dilihat adalah kenyataan sifat-sifat Ilahi dalam bentuk cahaya. Tidak sampai pada bagaimana sempurna pengetahuannya tentang perkara nyata yang boleh dilihat dan dipercayai, ia tidak melanjutkan untuk masuk kepada suasana kesucian yang mulia, yaitu penyatuan dengan Allah, karena seseorang itu perlu terbang ke tempat tersebut dan untuk terbang perlu pada dua sayap. Hamba Allah yang sejati adalah yang terbang ke sana dengan menggunakan dua sayap, yaitu pengetahuan zahir dan pengetahuan batin, tidak pernah berhenti di tengah jalan, tidak tertarik dengan apa saja yang ditemui dalam perjalanannya. Allah berfirman melalui rasul-Nya: 

“Hamba-Ku, jika kamu ingin masuk kepada kesucian bersama dengan-Ku jangan pedulikan dunia ini ataupun alam tinggi para malaikat, tidak juga yang lebih tinggi di mana kamu boleh menerima sifat-sifat-Ku yang suci”.

Dunia kebendaan ini menjadi godaan dan tipu daya syaitan kepada orang yang berilmu. Alam malaikat menjadi rangsangan kepada orang yang bermakrifat dan suasana sifat-sifat Ilahi menjadi godaan kepada orang yang memiliki kesadaran terhadap hakikat. Siapa yang berpuas hati dengan salah satu dari yang demikian itu, akan terhalang dari karunia Allah yang membawanya hampir dengan Zat-Nya. Jika mereka tertarik dengan godaan dan rangsangan tersebut mereka akan berhenti, mereka tidak boleh maju ke depan, mereka tidak boleh terbang lebih tinggi. Walaupun tujuan mereka adalah kebersamaan dengan Pencipta. Mereka tidak lagi boleh sampai ke sana. Mereka telah terpedaya, mereka hanya memiliki satu sayap.

Orang yang mencapai kesadaran tentang hakikat yang benar, menerima rahmat dan karunia dari Allah yang tidak pernah mata melihatnya dan tidak pernah telinga mendengarnya dan tidak pernah hati mengetahui namanya. Inilah surga kehampiran dan keakraban dengan Allah. Di sana tidak ada mahligai permata juga tidak ada bidadari yang cantik sebagai pasangan. Semoga manusia mengetahui nilai dirinya dan tidak berkehendak, tidak menuntut apa yang tidak layak baginya. Sayyidina Ali r.a berkata, 
“Semoga Allah merahmati orang yang mengetahui harga dirinya, yang tahu menjaga diri agar berada di dalam sepadannya, yang memelihara lidahnya, yang tidak menghabiskan waktu dan umurnya di dalam sia-sia”. 

Orang yang berilmu pasti menyadari bahwa bayi yang lahir dalam hatinya adalah pengenalan mengenai kemanusiaan yang benar, yaitu insan yang sejati. Dia patut mendidik bayi hati, ajarkan keesaan melalui menyadari tentang keesaan, tinggalkan keduniaan kebendaan ini yang terbilang-bilang, cari alam kerohanian, alam rahasia di mana tiada yang lain kecuali Zat Allah.

Dalam kenyataannya di sana bukan tempat, ia tidak ada permulaan dan tidak ada penghujung. Bayi hati terbang melewati padang yang tiada berkesudahan itu, menyaksikan perkara-perkara yang tidak pernah dilihat mata sebelumnya, tiada seseorang yang bisa bercerita mengenainya, tiada yang boleh menggambarkannya. Tempat yang menjadi rumah kediaman bagi mereka yang meninggalkan diri mereka dan menemui keesaan dengan Tuhan mereka, mereka yang memandang dengan pandangan yang sama dengan Tuhan mereka, pandangan keesaan. Bila mereka menyaksikan keindahan dan kemuliaan Tuhan, mereka tidak ada sesuatu lagi yang tinggal dengan mereka. Bila dia melihat matahari dia tidak dapat melihat yang lain, dia juga tidak dapat melihat dirinya sendiri. Bila keindahan dan kemurahan Allah menjadi nyata apa lagi yang tinggal dengan seseorang? Tidak ada apa-apa! 

Nabi s.a.w bersabda, 
“Seseorang perlu dilahirkan dua kali untuk sampai kepada alam malaikat”. 

Kelahiran yang dimaksud adalah kelahiran perbuatan dan kelahiran rohani dari jasad. Kemungkinan yang demikian ada dengan manusia. Ini adalah keanehan rahasia manusia. Ia lahir dari percampuran pengetahuan tentang agama dan kesadaran terhadap hakikat, sebagaimana bayi lahir hasil dari percampuran dua titik air.

إِنّا خَلَقنَا الإِنسٰنَ مِن نُطفَةٍ أَمشاجٍ نَبتَليهِ فَجَعَلنٰهُ سَميعًا بَصيرًا 

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat. (Surah Insaan, ayat 2). 

Apabila sudah terbuka dalam nyata, maka ia menjadi mudah untuk melepasi bagian yang berat dan masuk ke dalam laut penciptaan dan menenggelamkan dirinya ke dasar hukum-hukum peraturan Allah. Semua alam kebendaan ini hanyalah satu titik jika dibandingkan dengan alam kerohanian. Apabila semua ini difahami, maka kuasa kerohanian dan cahaya keajaiban yang bersifat ketuhanan, hakikat yang sebenar-benarnya, akan memancar ke dalam dunia tanpa perkataan dan tanpa suara.

رَبَّنَا اَتِنَا فِى اْلدُنْيَاحَسَنَةً وَفِى اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ اْلنَّارِ. وَاْلحَمْدُ للهِ رَبّ ِاْلعَالَمِيْنَ
رِضَــا يَاالله ……….. الفاتحة‎'

ILMU DAN PENINGKATAN ROHANI

اَعُوْذُ بِااللهِ مِنَ اْلشَّيْطَا نِ الْرَجِيْم بِسْمِ اللهِ اْلَرّحْمنِ اْلرَحِيْمِ
اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله


Ilmu pengetauan zhahir mengenai benda-benda yang nyata dibagi pada dua belas bagian dan ilmu pengetahuan batin juga dibagi menjadi dua belas bagian. Bagian-bagian tersebut dibagi lagi di kalangan orang awam dan orang khusus, hamba-hamba Allah yang sejati, menurut kadar kemampuan mereka.
Kesemua bagian di atas, di bagi lagi dalam empat bahagian.
Pertama melibatkan peraturan agama, mengenai kuwajiban dan larangan yang berhubungan dengan perkara-perkara dan peraturan-peraturan di dalam dunia ini


Kedua menyentuh soal pengertian atau maksud serta tujuan peraturan-peraturan tersebut. Bagian ini dinamakan bidang kerohanian iaitu pengetahuan mengenai perkara-perkara yang tidak nyata.
Ketiga mengenai hakikat kerohanian yang tersembunyi yang dinamakan kearifan.
Keempat mengenai hakikat inti dari hakikat, yaitu mengenai kebenaran yang sebenar-benarnya. Manusia yang sempurna perlu mempelajari semua bidang atau bagian tersebut dan mencari jalan ke arahnya.
Nabi s.a.w bersabda,

“Agama ialah pokok, kerohanian adalah dahannya, kearifan (makrifat) adalah daunnya, kebenaran (hakikat) adalah buahnya. Quran dengan ulasannya, keterangannya, terjemahannya dan ibarat-ibaratnya mengandungi semuanya itu”.

Di dalam buku al-Najma perkataan-perkataan tafsir, ulasan dan takwil serta terjemahan melalui ibarat dijelaskan sebagai ulasan terhadap Quran, adalah keterangan dan perincian bagi kefahaman orang awam, sementara terjemahan melalui ibarat adalah keterangan tentang maksud yang tersirat yang boleh diselami melalui tafakur yang mendalam serta memperoleh ilham sebagaimana yang dialami oleh orang-orang beriman yang sejati. Terjemahan yang demikian adalah untuk hamba-hamba Allah yang khusus lagi teguh, istiqomah dalam suasana kerohanian mereka dan teguh dengan pengetahuan yang membolehkan mereka membuat pertimbangan yang benar. Kaki mereka teguh berpijak di atas bumi sementara hati dan fikiran mereka menjulang kepada ilmu ketuhanan. Dengan rahmat Allah keadaan begini ini, tidak bercampur dengan keraguan di tempatkan di tengah-tengah hati mereka. Hati yang teguh dalam suasana kedamaian menyatu dengan bagian kalimah tauhid “La ilaha illa Llah”, pengakuan terakhir keesaan.

هُوَ الَّذى أَنزَلَ عَلَيكَ الكِتٰبَ مِنهُ ءايٰتٌ مُحكَمٰتٌ هُنَّ أُمُّ الكِتٰبِ وَأُخَرُ مُتَشٰبِهٰتٌ ۖ فَأَمَّا الَّذينَ فى قُلوبِهِم زَيغٌ فَيَتَّبِعونَ ما تَشٰبَهَ مِنهُ ابتِغاءَ الفِتنَةِ وَابتِغاءَ تَأويلِهِ ۗ وَما يَعلَمُ تَأويلَهُ إِلَّا اللَّهُ ۗ وَالرّٰسِخونَ فِى العِلمِ يَقولونَ ءامَنّا بِهِ كُلٌّ مِن عِندِ رَبِّنا ۗ وَما يَذَّكَّرُ إِلّا أُولُوا الأَلبٰبِ ﴿٧﴾

"Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur'an) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat itulah pokok-pokok isi Al Qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: ""Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari isi Tuhan kami."" Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal." (Surah Imraan, ayat 7)
Jika pintu kepada ayat ini terbuka akan terbuka juga semua pintu-pintu kepada alam rahasia batin.
Hamba Allah yang sejati berkewajipan melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhkan diri dari larangan-Nya. Dia juga perlu menentang ego dirinya dan membendung kecenderungan jasad yang tidak sehat. Asas penentangan ego terhadap agama adalah dalam bentuk khayalan dan gambaran yang berujung pada kenyataan. Pada peringkat kerohanian, ego yang khianat itu mendorong seseorang supaya memperakui dan mengikuti sebab-sebab dan rangsangan yang hanya hampir dengan kebenaran (bukan kebenaran yang sejati), walaupun ia adalah risalah nabi dan fatwa wali yang telah diubah, juga mengikuti guru yang pendapatnya salah. Pada peringkat makrifat, ego mendorong seseorang supaya memperakui kewalian dirinya sendiri malah ego juga mengyeret seseorang kepada mengakui ketuhanannya – dosa paling besar menganggapkan diri sendiri sebagai sekutu Allah swt. Allah berfirman:

أَرَءَيتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلٰهَهُ هَوىٰهُ أَفَأَنتَ تَكونُ عَلَيهِ وَكيلًا

Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? (Surah Furqaan, ayat 43).
Tetapi peringkat kebenaran sejati adalah berbeda. Ego dan iblis tidak boleh sampai ke sana. Malah malaikat juga tidak sampai ke sana. Siapa saja kecuali Allah jika sampai ke sana pasti terbakar. Jibrail berkata kepada Nabi Muhamamd s.a.w di hadapan peringkat ini, “Jika aku mara satu langkah lagi aku akan terbakar menjadi abu”.
Hamba Allah yang sejati bebas daripada perlawanan egonya dan iblis karena dia dilindungi oleh perisai keikhlasan dan kesucian.

قالَ فَبِعِزَّتِكَ لَأُغوِيَنَّهُم أَجمَعينَ ﴿٨٢﴾ إِلّا عِبادَكَ مِنهُمُ المُخلَصينَ ﴿٨٣

"Iblis menjawab: ""Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya," kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka. (Surah Shad, ayat 82 & 83).
Manusia tidak dapat mencapai hakikat kecuali dia suci murni. Karena sifat-sifat keduniaan tidak bisa mempengaruhinya, sehingga hakikat terlihat tampak dalam dirinya. Ini adalah keikhlasan sejati. Ini tidak dapat dicapai dengan pelajaran; hanya Allah yang tanpa perantara akan mengajarinya. Bila Allah Yang Maha Tinggi sendiri yang menjadi Guru, Dia karuniakan ilmu dari-Nya sebagaimana Dia lakukan kepada Nabi Khidhir. Kemudian dengan kesadaran dan keyakinan yang diperolehnya, akan sampai pada peringkat makrifat, di mana dia mengenali Tuhannya dan menyembah-Nya sesuai yang dia kenal.
Orang yang sampai kepada suasana ini memiliki penyaksian roh suci dan dapat melihat kekasih Allah, Nabi Muhamamd s.a.w. Dia bisa berbicara dengan baginda s.a.w mengenai segala perkara dari awal hingga ke akhir, dan semua nabi-nabi yang lain memberikannya khabar gembira tentang janji penyatuan dengan yang dikasihi. Allah menggambarkan suasana ini:

وَمَن يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسولَ فَأُولٰئِكَ مَعَ الَّذينَ أَنعَمَ اللَّهُ عَلَيهِم مِنَ النَّبِيّۦنَ وَالصِّدّيقينَ وَالشُّهَداءِ وَالصّٰلِحينَ ۚ وَحَسُنَ أُولٰئِكَ رَفيقًا ﴿٦٩﴾

Dan barang siapa yang menaati Allah dan Rasul (Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (Surah Nisaa’ ,ayat 69).
Orang yang tidak bisa menemui pengetahuan ini di dalam dirinya tidak akan menjadi arif, walaupun dia membaca seribu buah buku. Nikmat yang boleh diharapkan oleh orang yang mempelajari ilmu zahir ialah syurga; di sana semua yang dapat dilihat adalah kenyataan sifat-sifat Ilahi dalam bentuk cahaya. Tidak sampai pada bagaimana sempurna pengetahuannya tentang perkara nyata yang boleh dilihat dan dipercayai, ia tidak melanjutkan untuk masuk kepada suasana kesucian yang mulia, yaitu penyatuan dengan Allah, karena seseorang itu perlu terbang ke tempat tersebut dan untuk terbang perlu pada dua sayap. Hamba Allah yang sejati adalah yang terbang ke sana dengan menggunakan dua sayap, yaitu pengetahuan zahir dan pengetahuan batin, tidak pernah berhenti di tengah jalan, tidak tertarik dengan apa saja yang ditemui dalam perjalanannya. Allah berfirman melalui rasul-Nya:
“Hamba-Ku, jika kamu ingin masuk kepada kesucian bersama dengan-Ku jangan pedulikan dunia ini ataupun alam tinggi para malaikat, tidak juga yang lebih tinggi di mana kamu boleh menerima sifat-sifat-Ku yang suci”.

Dunia kebendaan ini menjadi godaan dan tipu daya syaitan kepada orang yang berilmu. Alam malaikat menjadi rangsangan kepada orang yang bermakrifat dan suasana sifat-sifat Ilahi menjadi godaan kepada orang yang memiliki kesadaran terhadap hakikat. Siapa yang berpuas hati dengan salah satu dari yang demikian itu, akan terhalang dari karunia Allah yang membawanya hampir dengan Zat-Nya. Jika mereka tertarik dengan godaan dan rangsangan tersebut mereka akan berhenti, mereka tidak boleh maju ke depan, mereka tidak boleh terbang lebih tinggi. Walaupun tujuan mereka adalah kebersamaan dengan Pencipta. Mereka tidak lagi boleh sampai ke sana. Mereka telah terpedaya, mereka hanya memiliki satu sayap.
Orang yang mencapai kesadaran tentang hakikat yang benar, menerima rahmat dan karunia dari Allah yang tidak pernah mata melihatnya dan tidak pernah telinga mendengarnya dan tidak pernah hati mengetahui namanya. Inilah surga kehampiran dan keakraban dengan Allah. Di sana tidak ada mahligai permata juga tidak ada bidadari yang cantik sebagai pasangan. Semoga manusia mengetahui nilai dirinya dan tidak berkehendak, tidak menuntut apa yang tidak layak baginya. Sayyidina Ali r.a berkata,

“Semoga Allah merahmati orang yang mengetahui harga dirinya, yang tahu menjaga diri agar berada di dalam sepadannya, yang memelihara lidahnya, yang tidak menghabiskan waktu dan umurnya di dalam sia-sia”.
Orang yang berilmu pasti menyadari bahwa bayi yang lahir dalam hatinya adalah pengenalan mengenai kemanusiaan yang benar, yaitu insan yang sejati. Dia patut mendidik bayi hati, ajarkan keesaan melalui menyadari tentang keesaan, tinggalkan keduniaan kebendaan ini yang terbilang-bilang, cari alam kerohanian, alam rahasia di mana tiada yang lain kecuali Zat Allah.
Dalam kenyataannya di sana bukan tempat, ia tidak ada permulaan dan tidak ada penghujung. Bayi hati terbang melewati padang yang tiada berkesudahan itu, menyaksikan perkara-perkara yang tidak pernah dilihat mata sebelumnya, tiada seseorang yang bisa bercerita mengenainya, tiada yang boleh menggambarkannya. Tempat yang menjadi rumah kediaman bagi mereka yang meninggalkan diri mereka dan menemui keesaan dengan Tuhan mereka, mereka yang memandang dengan pandangan yang sama dengan Tuhan mereka, pandangan keesaan. Bila mereka menyaksikan keindahan dan kemuliaan Tuhan, mereka tidak ada sesuatu lagi yang tinggal dengan mereka. Bila dia melihat matahari dia tidak dapat melihat yang lain, dia juga tidak dapat melihat dirinya sendiri. Bila keindahan dan kemurahan Allah menjadi nyata apa lagi yang tinggal dengan seseorang? Tidak ada apa-apa!

Nabi s.a.w bersabda,
“Seseorang perlu dilahirkan dua kali untuk sampai kepada alam malaikat”.
Kelahiran yang dimaksud adalah kelahiran perbuatan dan kelahiran rohani dari jasad. Kemungkinan yang demikian ada dengan manusia. Ini adalah keanehan rahasia manusia. Ia lahir dari percampuran pengetahuan tentang agama dan kesadaran terhadap hakikat, sebagaimana bayi lahir hasil dari percampuran dua titik air.

إِنّا خَلَقنَا الإِنسٰنَ مِن نُطفَةٍ أَمشاجٍ نَبتَليهِ فَجَعَلنٰهُ سَميعًا بَصيرًا

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat. (Surah Insaan, ayat 2).
Apabila sudah terbuka dalam nyata, maka ia menjadi mudah untuk melepasi bagian yang berat dan masuk ke dalam laut penciptaan dan menenggelamkan dirinya ke dasar hukum-hukum peraturan Allah. Semua alam kebendaan ini hanyalah satu titik jika dibandingkan dengan alam kerohanian. Apabila semua ini difahami, maka kuasa kerohanian dan cahaya keajaiban yang bersifat ketuhanan, hakikat yang sebenar-benarnya, akan memancar ke dalam dunia tanpa perkataan dan tanpa suara.

رَبَّنَا اَتِنَا فِى اْلدُنْيَاحَسَنَةً وَفِى اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ اْلنَّارِ. وَاْلحَمْدُ للهِ رَبّ ِاْلعَالَمِيْنَ
رِضَــا يَاالله ……….. الفاتحة
sumber dari https://www.facebook.com/Januar

JIWA YANG TENANG



JIWA YANG TENANG

_______
______..(
)
______▓∩▓
______▓∩▓
______▓∩▓
______▓∩▓
______▓∩▓
______▓∩▓_____
)
______▓∩▓_____

______▓∩▓__ .-:'''"'';-.
______▓∩▓_.(*(*|*)*)
▓:::::::▓∩▓▓∩∩∩∩▓▓▓
▓:::::::▓∩▓▓∩∩∩∩▓▓▓_____
)
▓____▓▓_▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓_▓_____

▓____▓▓_▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓_▓__ .-:'''"'';-.
▓____▓▓_▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓_▓_.(*(*|*)*)*)
▓____▓▓_▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓_▓▓∩∩∩∩∩∩∩▓
•• ▒▓█ Allah █▓▒ ••• ▒▓█ Allah █▓▒ ••

▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓▓


السلام عليكم ورحمة الله وبركاته...

"" MUHASABBATUN NAFSI ""



من عرف نفسه فقد عرف ربه .

"" Barangsiapa mengetahui dirinya maka ia akan tahu Tuhannya ""


Instrospeksi (Muhasabatun-Nafs)
Introspeksi diri dalam bahasa ilmiah dikenal dengan istilah Muhasabatun-nafs. Dia merupakan perkara yang sangat penting.
Jiwa manusia tidak akan baik kecuali mau mengintrospeksi dirinya sendiri. Barangsiapa yang introspeksi diri pada hari ini dia akan selamat pada hari esoknya, insya’ Allahu Ta’ala.
Muhasabatun-nafs dilakukan dengan cara bertanya pada diri sendiri, merenungi, berkaca terhadap aib dan kekurangan.
Kejujuran dan mau mengakui kesalahan adalah di antara kunci ke¬berhasilan muhasabatun-nafs.Apa yang diharapkan dari muhasabatun-nafs? Perubahan yang nyata, itulah yang menjadi tujuannya. Dari jelek menuju baik, mak¬siat menuju taat, lalai menjadi ingat.

Imam al-Mawardi رحمه الله mengatakan:“Muha¬sabah adalah mengintrospeksi diri pada malam hari terhadap aktivitasnya di siang hari. Apabila terpuji maka dilanjutkan dengan perbuatan yang semisal.
Jika ternyata jelek, dia akan memperbaiki dan tidak mengulanginya di hari esok.”Muhasabah adalah ketika akal memperhatikan kondisi jiwa, semakin baik atau semakin rusak. Se¬lalu bertanya terhadap perbuatan yang dikerjakan. Mengapa dikerjakan, dan untuk siapa?
Jika kebaik¬an ini karena Allah عزّوجلّ dia akan meneruskannya, jika tidak maka dihentikan. Dia akan selalu mencela jiwa atas kelalaian dan kesalahan, jika bisa ditambal dengan perbuatan baik yang menghapusnya, dia akan segera mengerjakannya.

Imam Ibnul Qayyim رحمه الله mengatakan: “Karena seorang hamba akan dihisab atas segala sesuatu, sampai pendengaran, mata dan hatinya sebagai¬mana Allah berfirman:إِنَّ السَّمْع َ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولـئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُولاً“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS. al-Isro’ [17]: 36)

Semestinya setiap insan muhasabah dirinya sebe¬lum dia diteliti dalam perhitungan hari kiamat. Yang menunjukkan wajibnya introspeksi diri ada¬lah firman Allah سبحانه و تعالي yang berbunyi:يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat).” (QS. al-Hasyr [59]: 18)

Yaitu hendaklah setiap orang melihat apa yang sudah diperbuatnya untuk hari kiamat, apakah amalannya termasuk amalan yang sholih yang bisa menyelamatkan dirinya ataukah amalan yang jelek yang akan membinasakannya. Walhasil, bahwa ke¬baikan hati adalah dengan muhasabah diri.
Hati akan jelek jika diremehkan dan ditinggalkan.
Keutamaan dan Manfaat Intropeksi DiriAllah memerintahkannya Berdasarkan firman Allah سبحانه و تعالي yang berbunyi:يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ. وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَنَسُوا اللَّهَ فَأَنسَاهُمْ أَنفُسَهُمْ أُوْلَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), danbertak¬walah kepada Allah, sesungguhnyaAllah Maha Mengeta¬hui apa yang kamu kerjakan. Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menja¬dikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka itulah orang-orangyang fasik.” (QS. al-Hasyr [59]: 18-19)

Syaikh Abdurrohman as-Sa’di رحمه الله mengatakan: “Ayat yang mulia ini adalah dalil tentang muha¬sabah seorang hamba terhadap dirinya. Dan su¬dah selayaknya bagi manusia untuk berintrospeksi diri. Jika dia menjumpai kekurangan, maka wajib menambalnya dan berlepas diri dari dosa dengan taubat serta berpaling dari segala sebab yang bisa membawa dosa.
Jika dia menilai bahwa dirinya banyak meremehkan perintah-perintah Allah عزّوجلّ, maka hendaknya ia bersungguh-sungguh dan me¬minta pertolongan kepada Allah عزّوجلّ agar diberi¬kan kekuatan untuk menjalankan perintah. Maka yang terhalang dari kebaikan adalahorang yang lalai dari perkara ini, dia seperti kaum yang lupa kepada Allah عزّوجلّ, tidak ingat hak-hak Allah عزّوجلّ, dan dia malah berpaling mengikuti hawa nafsu!
Aki¬batnya Allah عزّوجلّ melupakanmereka, melupakan kebaikan dan manfaat bagi mereka. Jadilah perkara mereka tidakmembuahkan apa pun. Mereka kem¬bali dalam keadaan merugi dunia dan akhirat, ter¬tipu dan tidak mungkin ditambal, karena mereka adalah orang-orang yang fasik.”Introspeksi diri adalah jalan selamat bagi jiwaSeorang muslim diibaratkan sebagai tawanan di dunia ini. Dia tidak akan merasa aman sedikitpun hingga berjumpa dengan Allah عزّوجلّ.2 Segala tindakannyaakan ditanya pada hari esok. Oleh karenan¬ya bagi orang yang berintrospeksi diri kemudian bangkit dengan memperbaiki arah hidupnya, dia akan memetik buahnya di hari yang tiada guna lagi harta dan anak.

Allah عزّوجلّ berfirman:يَوْمَ يَبْعَثُهُمُ اللَّهُ جَمِيعاً فَيُنَبِّئُهُم بِمَا عَمِلُوا أَحْصَاهُ اللَّهُ وَنَسُوهُ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ“Pada hari ketika mereka dibangkitkan Allah semuanya, lalu diberitakan-Nya kepada mereka apa yang telah me¬reka kerjakan. Allah mengumpulkan (mencatat) amal perbuatan itu, padahal mereka telah melupakannya. Dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu.” (QS. al-Mu-jadilah [58]: 6)

Dan juga firman Allah سبحانه و تعالي:يَوْمَ تَجِدُ كُلُّ نَفْسٍ مَّا عَمِلَتْ مِنْ خَيْرٍ مُّحْضَراً وَمَا عَمِلَتْ مِن سُوَءٍ تَوَدُّ لَوْ أَنَّ بَيْنَهَا وَبَيْنَهُ أَمَداً بَعِيداً وَيُحَذِّرُكُمُ اللّهُ نَفْسَهُ وَاللّهُ رَؤُوفُ بِالْعِبَادِ“Pada hari ketika tiap-tiap diri mendapati segala keba¬jikan dihadapkan (dimukanya), begitu (juga) kejahatan yang telah dikerjakannya: ia ingin kalau kiranya antara ia dengan hari itu ada masa yang jauh: dan Allah memperingatkan kamu terhadap siksa-Nya. dan Allah sangat Penyayang kepada hamba-hamba-Nya.” (QS. Ali Imron [3]: 30)

Ketahuilah, sebagaimana orang yang berge¬lut dalam dunia bisnis dan perdagangan, mereka menghitung hasil usahanya di akhir bulan atau tahun. Demikian pula hendaknya seorang muslim menghitung terhadap amalannya.Bila pedagang menghitung hasil usahanya un¬tuk mengetahui untung dan rugi, adapun seorang muslim yang dicari dengan introspeksi diri adalah keuntungan akhirat dengan meraih jiwa yang ber¬sih. Karena hal itu adalah inti kebahagiaan dirinya.

Allah سبحانه و تعالي berfirman:قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّاهَا. وَقَدْ خَابَ مَن دَسَّاهَا“Sesungguhnya beruntung lah orang yang menyucikan jiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah orang yang me¬ngotorinya.” (QS. asy-Syams [91]: 9-10)Introspeksi diri akan menghantarkan taubat kepada Allah عزّوجلّ Orang yang melihat keadaan dirinya ternyata berada dalam kekurangan akan segera memper¬baiki dan bertaubat kepada Allah عزّوجلّ

Allah سبحانه و تعالي berfirman:إِنَّ الَّذِينَ اتَّقَواْ إِذَا مَسَّهُمْ طَائِفٌ مِّنَ الشَّيْطَانِ تَذَكَّرُواْ فَإِذَا هُم مُّبْصِرُونَ“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari setan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalah¬annya.” (QS. al-A’rof [7]: 201)

Hasan al-Bashri رحمه الله berkata: “Seorang hamba akan senantiasa berada dalam kebaikan selama dia introspeksi diridan hal itu menjadi perhatiannya.”Mengingatkan perhitungan di akhiratSeluruh hamba pasti akan diadili Allah عزّوجلّ.
Sebe¬lum kita mengalami, ada baiknya kita introspeksi diri dan menghitung amalan sendiri.

Alangkah bagusnya ucapan sahabat mulia Umar bin Khaththab رضي الله عنه tatkala berkata:“Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab. Timbanglah diri kalian sebelum kalian ditimbang. Karena hal itu akan lebih ringan bagi kalian dalam menghadapi hari hisab besok.”

Bentuk-bentuk Intropeksi Diri.

1. Introspeksi diri sebelum beramalYang bisa dilakukan untuk tujuan ini ialah de¬ngan melihat dan memperhatikan keinginan jiwa ketika akan berbuat. Hendaknya dia menilai apa¬kah keinginan yang terlintas itu untuk kebaikan dan ada manfaatnya ataukah kejelekan semata. Jika baik maka bisa dikerjakan, namun jikatidak hen¬daknya dibatalkan. Hasan al-Bashri رحمه الله berkata: “Semoga Allah merahmati seseorang yang bisa me¬nilai ketika timbul keinginannya. Jika keinginannya karena Allah dia teruskan, namun apabila untuk selain-Nya dia akhirkan.”Jenis muhasabah sebelum beramal ini sangat penting untuk menimbang apakah amalan yang akan kita kerjakan baik ataukah jelek, ikhlas kare¬na Allah عزّوجلّ ataukah ingin riya’. Agar benar-benar amalan kita diterima di sisi Allah عزّوجلّ dan tidak sekedar beramal tanpa mempedulikan akibatnya, sehingga termasuk dalam firman Allah عزّوجلّ yang berbunyi:عَامِلَةٌ نَّاصِبَةٌ. تَصْلَى نَاراً حَامِيَةً“Bekerja keras lagi kepayahan, memasuki api yang sa¬ngat panas (neraka).” (QS. al-Ghosyiyah [88]: 3-4)

2. Introspeksi diri setelah beramalJenis introspeksi ini ada beberapa bentuk:a. Introspeksi diri terhadap ketaatan yang su¬dah dikerjakan akan tetapi masih ada celah-celah yang kurang. Yang harus dipenuhi ke¬tika mengerjakan ketaatan adalah ikhlas dan mutaba’ah Rosululloh صلي الله عليه وسلم . Hendaklah dua perkara ini menjadi inti perhatiannya dalam beramal.Introspeksi diri terhadap seluruh perbuatan yang bila ditinggalkan akan lebih baik daripada diker¬jakan. Contoh kongkretnya adalah bila mengerjakan kemaksiatan atau mengerjakan perbuatan yang tidak wajib hingga perkara yang wajib ter¬lalaikan, seperti orang yang sholat tahajjud se¬malam suntuk hingga sholat subuhnya terlewat¬kan.b. Introspeksi diri terhadap perkara yang boleh atau kebiasaan. Yaitu dengan bertanya diri sendi¬ri apakah saya mengerjakannya ada niat ibadah ataukah sekedar rutinitas biasa. Karena perkara yang boleh bisa bernilai ibadah jika diniatkan ibadah.

Sahabat Mulia Mu’adz bin Jabal per¬nah berkata:أَمَّا أَنَا فَأَقُومُ وَأَنَامُ وَأَرْجُو فِي نَوْمَتِي مَا أَرْجُو فِي قَوْمَتِي“Adapun saya, maka saya sholat dan tidur.Dan saya berharap dalam tidur saya apa yang saya harapkan dalam sholat saya.” (HR. al-Bukhori: 4086, Mus¬lim: 1733)

Imam Ibnul Qayyim رحمه الله berkata: “Hendaknya mulai dari perkara-perkara yang wajib, apabila menjumpai kekurangan maka berusahalah untuk menutupnya. Kemudian perkara-perkara yang di¬larang, jika sadar bahwa dirinya pernah menger¬jakan yang haram maka tambah lah dengan taubat, istighfar dan perbuatan baik yang bisa menghapus dosa. Kemudian introspeksi diri terhadap perkara yang melalaikan dari tujuan hidup ini. Jika sela¬ma ini banyak lalai, maka hilangkan lah kelalaian tersebut dengan banyak dzikir, menghadap Allah عزّوجلّ.
Kemudian introspeksi diri terhadap anggota badan, ucapan yang keluar dari lisan, langkah kaki yang diayunkan, pandangan mata yang dilihat, telinga dalam hal yang didengarkan. Tanyakan¬lah dalam diri, apa yang saya inginkan dengan ini, untuk siapa saya kerjakan dan bagaimana saya mengerjakannya

Semoga bermanfaat...

Salam silaturrohmi sahabat fillah...!!!

SALAM MUHASABATUN NAFS... heart emotikon

TEMPAT ROH-ROH DALAM BADAN

TEMPAT ROH-ROH DALAM BADAN

اَعُوْذُ بِااللهِ مِنَ اْلشَّيْطَا نِ الْرَجِيْم بِسْمِ اللهِ اْلَرّحْمنِ اْلرَحِيْمِ
اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
 

Tempat roh manusia, roh kehidupan, di dalam badan ialah dada. Tempat ini berhubung dengan pancaindera dan deria-deria. Urusan atau bidangnya ialah agama. Pekerjaannya ialah mentaati perintah Allah. Dengan peraturan-peraturan yang ditentukan-Nya, Allah memelihara dunia nyata ini dengan teratur dan harmoni. Roh itu bertindak menurut kuwajiban yang ditentukan oleh Allah, tidak menganggap perbuatannya sebagai perbuatannya sendiri kerana dia tidak berpisah dengan Allah. Perbuatannya dari Allah; tidak ada perpisahan di antara ‘aku’ dengan Allah di dalam tindakan dan ketaatannya. 

فَمَن كانَ يَرجوا لِقاءَ رَبِّهِ فَليَعمَل عَمَلًا صٰلِحًا وَلا يُشرِك بِعِبادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا


Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya. (Surah Kahfi, ayat 110).
Allah adalah Esa dan Dia mencintai yang bersatu dan satu. Dia mau semua penyembahan dan semua amal kebaikan, yang Dia anggap sebagai pengabdian kepada-Nya, menjadi milik-Nya semata-mata, tidak dicampur dengan apa saja. Jadi, seseorang tidak memerlukan kelulusan atau halangan dari siapa pun di dalam pengabdiannya kepada TuhanNya, juga amalannya bukan untuk kepentingan duniawi. Semuanya semata-mata kerana Allah.

Suasana yang dihasilkan oleh petunjuk Ilahi seperti menyaksikan bukit-bukti kewujudan Allah di dalam alam nyata ini; kenyataan sifat-sifat-Nya, kesatuan di dalam yang banyak, hakikat di balik yang nyata, semuanya adalah ganjaran bagi amal kebaikan yang benar dan ketaatan tanpa mementingkan diri sendiri. Namun, semuanya itu pada penaklukan alam benda, dari bumi yang di bawah tapak kaki kita hingga pada langit-langit. Termasuk di dalam penaklukan alam dunia ialah kekeramatan yang muncul melalui seseorang, misalnya berjalan di atas air, terbang di udara, berjalan dengan cepat, mendengar suara dan melihat gambaran dari tempat yang jauh atau bisa membaca fikiran yang tersembunyi. Sebagai ganjaran terhadap amal yang baik, juga diberikan besok di akhirat seperti surga, khadam-khadam, bidadari, susu, madu, arak dan lain-lain. Semuanya itu merupakan nikmati surga tingkat pertama, surga dunia.

Tempat ‘roh perpindahan atau roh peralihan’ ialah di dalam hati. Urusannya ialah pengetahuan tentang jalan kerohanian. Kerjanya berkait dengan empat nama-nama pertama bagi nama-nama Allah yang indah. Sebagaimana dua belas nama-nama yang lain empat nama tersebut tidak termasuk di dalam sempadan suara dan huruf. Jadi, ia tidak boleh disebut. Allah Yang Maha Tinggi berfirman:
وَلِلَّهِ الأَسماءُ الحُسنىٰ فَادعوهُ بِها

“Hanya milik Allah asmaulhusna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaaulhusna itu”. (Surah A’raaf, ayat 180).
Firman Allah di atas menunjukkan tugas utama manusia adalah mengetahui nama-nama Tuhan. Ini adalah pengetahuan batin seseorang. Jika mampu memperoleh pengetahuan yang demikian dia akan sampai kepada makam makrifat. Di sanalah pengetahuan tentang nama keesaan sempurna.
Nabi s.a.w bersabda, “Allah Yang Maha Tinggi mempunyai sembilan puluh sembilan nama, siapa mempelajarinya akan masuk syurga”. Baginda s.a.w juga bersabda, “Pengetahuan adalah satu. Kemudian orang arif jadikannya seribu”. Ini bermakna nama kepunyaan Zat hanyalah satu. Ia memancar sebagai seribu sifat kepada orang yang menerimanya.

Dua belas nama-nama Ilahi berada di dalam lingkungan sumber pengakuan tauhid “La ilaha illa Llah”. Tiap satunya adalah satu daripada dua belas huruf dalam kalimah tersebut. Allah Yang Maha Tinggi menguraiakan nama-Nya pada setiap huruf di dalam perkembangan hati. Setiap satu dari empat alam yang dilalui oleh roh terdapat tiga nama yang berlainan. Allah Yang Maha Tinggi dengan cara ini memegang erat hati para pencinta-Nya, dalam kasih sayang-Nya. Firman-Nya:

يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذينَ ءامَنوا بِالقَولِ الثّابِتِ فِى الحَيوٰةِ الدُّنيا وَفِى الءاخِرَةِ

Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat”. (Surah Ibrahim, ayat 27).
Kemudian dikuruniakan kepada mereka persinggahan-Nya. Dia sediakan pokok keesaan di dalam hati mereka, pokok yang akarnya turun kepada tujuh lapis bumi dan Dahannya meninggi kepada tujuh lapis langit, bahkan meninggi lagi hingga ke arasy dan mungkin lebih tinggi lagi. Allah berfirman:

أَلَم تَرَ كَيفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصلُها ثابِتٌ وَفَرعُها فِى السَّماءِ

“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, . (Surah Ibrahim, ayat 24).
Tempat ‘roh perpindahan atau roh peralihan’ adalah di dalam nyawa pada hati. Alam malaikat terus di dalam penyaksiannya. Ia boleh melihat surga alam tersebut, penghuninya, cahayanya dan semua malaikat di dalamnya. Kalam ‘roh peralihan’ adalah bahasa alam batin, tanpa huruf tanpa suara. Perhatiannya langsung menyentuh soal-soal rahasia-rahasia sesuatu yang tersembunyi. Tempatnya di akhirat apabila kembali ialah surga Na’im, taman kegembiraan karunia Allah.

Tempat ‘roh sultan’ di mana ia memerintah, adalah di tengah-tengah hati, jantung kepada hati. Urusan roh ini ialah makrifat. Kerjanya ialah mengetahui semua pengetahuan ketuhanan yang menjadi perantaraan bagi semua ibadat yang sebenar-benarnya diucapkan dalam bahasa hati. Nabi s.a.w bersabda, “Ilmu ada dua bagian. Satu pada lidah, yang membuktikan kewujudan Allah. Satu lagi di dalam hati. Inilah yang perlu untuk menyadarkan tujuan seseorang”. Ilmu yang sebenar-benarnya bermanfaat berada di dalam kegiatan hati.
Nabi s.a.w bersabda, “Quran yang mulia mempunyai makna zahir dan makna batin”. Allah Yang Maha Tinggi membukakan Quran kepada sepuluh lapis makna yang tersembunyi. Setiap makna yang berikutnya lebih bermanfaat daripada yang sebelumnya karena ia semakin dekat dengan sumber yang sebenarnya. Dua belas nama kepunyaan Zat Allah adalah serupa dengan dua belas mata air yang memancar dari batu pada saat Nabi Musa a.s menghantamkan batu itu dengan tongkatnya.

وَإِذِ استَسقىٰ موسىٰ لِقَومِهِ فَقُلنَا اضرِب بِعَصاكَ الحَجَرَ ۖ فَانفَجَرَت مِنهُ اثنَتا عَشرَةَ عَينًا ۖ قَد عَلِمَ كُلُّ أُناسٍ مَشرَبَهُم ۖ كُلوا وَاشرَبوا مِن رِزقِ اللَّهِ وَلا تَعثَوا فِى الأَرضِ مُفسِدينَ

"Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman: ""Pukullah batu itu dengan tongkatmu"". Lalu memancarlah daripadanya dua belas mata air. Sungguh tiap-tiap suku telah mengetahui tempat minumnya (masing-masing) Makan dan minumlah rezeki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan." (Surah Baqarah, ayat 60).
Pengetahuan zahir adalah sama dengan air hujan yang datang dan pergi sementara pengetahuan batin diumpamakan mata air yang tidak pernah kering.

وَءايَةٌ لَهُمُ الأَرضُ المَيتَةُ أَحيَينٰها وَأَخرَجنا مِنها حَبًّا فَمِنهُ يَأكُلونَ

Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi yang mati. Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan daripadanya biji-bijian, maka daripadanya mereka makan. ”. (Surah Yaa Sin, ayat 33).
Allah jadikan satu bijian, sebiji benih di langit. Benih itu menjadi kekuatan pada dalam diri manusia. Dijadikan-Nya juga sebiji benih di dalam alam roh-roh (alam al-anfus); menjadi sumber kekuatan, makanan roh. Bijian itu ditanam dengan air dari sumber hikmah. Nabi s.a.w bersabda, “Jika seseorang menghabiskan empat puluh hari dalam keikhlasan dan kesucian, maka akan bersumber hikmah yang memancar dari hatinya pada lidahnya”.
Nikmat bagi ‘roh sultan ialah kelezatan dan kecintaan yang dinikmatinya dengan menyaksikan kenyataan keelokan, kesempurnaan dan kemurahan Allah Yang Maha Tinggi. Firman Allah:

عَلَّمَهُ شَديدُ القُوىٰ ﴿٥﴾ ذو مِرَّةٍ فَاستَوىٰ ﴿٦﴾ وَهُوَ بِالأُفُقِ الأَعلىٰ ﴿٧﴾ ثُمَّ دَنا فَتَدَلّىٰ ﴿٨﴾ فَكانَ قابَ قَوسَينِ أَو أَدنىٰ ﴿٩﴾ فَأَوحىٰ إِلىٰ عَبدِهِ ما أَوحىٰ ﴿١٠﴾ ما كَذَبَ الفُؤادُ ما رَأىٰ ﴿١١﴾

(5) yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat, (6) "Yang mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli." (6) "Yang mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli." (8) Kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi, (9) maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi). (10) Lalu dia menyampaikan kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan. (11) Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya.
(Surah Najmi, ayat 5 – 11).

Nabi s.a.w menggambarkan suasana demikian dengan cara lain, “Yang beriman (yang sejahtera) adalah cermin kepada yang beriman (yang sejahtera)”. Dalam ayat ini yang sejahtera yang pertama ialah hati orang
yang beriman yang sempurna, sementara yang sejahtera kedua itu ialah yang memancar kepada hati orang yang beriman itu, tidak lain adalah dari Allah Yang Maha Tinggi sendiri. Allah menamakan Diri-Nya di dalam Quran sebagai Yang Mensejahterakan.

هُوَ اللَّهُ الَّذى لا إِلٰهَ إِلّا هُوَ المَلِكُ القُدّوسُ السَّلٰمُ المُؤمِنُ المُهَيمِنُ العَزيزُ الجَبّارُ المُتَكَبِّرُ ۚ سُبحٰنَ اللَّهِ عَمّا يُشرِكونَ

“Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala keagungan, Maha Suci, Allah dari apa yang mereka persekutukan. ”. (Surah Hasyr, ayat 23).
Kediaman ‘roh sultan’ di akhirat ialah surga Firdaus, surga yang tinggi.
Di mana roh-roh berhenti adalah tempat rahasia yang Allah buat untuk Diri-Nya di tengah-tengah hati, di mana Dia simpankan rahasia-Nya (Sirr) untuk disimpan dengan selamat. Keadaan roh ini diceritakan oleh Allah melalui pesuruh-Nya:
“Insan adalah rahasia-Ku dan Aku rahasianya”.
Urusannya ialah kebenaran (hakikat) yang diperoleh dengan mencapai keesaan; mencapai keesaan itulah tuagsnya. Ia membawa yang banyak kepada kesatuan dengan cara terus menerus menyebut nama-nama keesaan di dalam bahasa rahasia yang suci. Ia bukan bahasa yang berbunyi di luar. .

وَإِن تَجهَر بِالقَولِ فَإِنَّهُ يَعلَمُ السِّرَّ وَأَخفَى

“Dan jika kamu mengeraskan ucapanmu, maka sesungguhnya Dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi.”. (Surah Ta Ha, ayat 7)
Hanya Allah mendengar bahasa roh suci dan hanya Allah mengetahui keadaannya.
Nikmat bagi roh ini ialah penyaksian terhadap ciptaan Allah yang pertama. Apa yang dilihatnya ialah keindahan Allah. Padanya terdapat penyaksian rahasia. Pandangan dan pendengaran menjadi satu. Tidak ada perbandingan dan tidak ada persamaan tentang apa yang disaksikannya. Dia menyaksikan sifat Allah, keperkasaan dan kekerasan-Nya sebagai Esa dengan keindahan, kelembutan dan kemurahan-Nya.
Bila manusia sampai pada maqomnya, tempat kediamannya, bila dia temui akal asbab, pertimbangan keduniaannya yang memandunya selama ini akan tunduk kepada Perintahnya; hatinya akan rasa gentar bercampur hormat, lidahnya terkunci. Dia tidak berupaya menceritakan keadaan tersebut kerana Allah tidak menyerupai sesuatu.

Bila apa yang dikatakan di sini sampai ke telinga orang yang berilmu, pasti akan memahami tingkat pengetahuannya sendiri. Tumpukan perhatian kepada kebenaran (hakikat) mengenai perkara-perkara yang sudah diketahui sebelum mendongak ke ufuk yang lebih tinggi, sebelum mencari peringkat baru, semoga mereka memperoleh pengetahuan tentang kehalusan perlaksanaan Ilahi.
Semoga mereka tidak menafikan apa yang sudah diperkatakan, tetapi sebaliknya mereka mencari makrifat, kebijaksanaan untuk mencapai keesaan. Itulah yang sangat diperlukan.

رَبَّنَا اَتِنَا فِى اْلدُنْيَاحَسَنَةً وَفِى اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ اْلنَّارِ. وَاْلحَمْدُ للهِ رَبّ ِاْلعَالَمِيْنَ
رِضَــا يَاالله ……….. الفاتحة

sumber dari : https://www.facebook.com/januari